JAKMAS.COM | Siapa yang tidak ingin menjadi orang kaya? Hampir semua manusia pasti ingin dirinya kaya raya agar hidupnya selalu terpenuhi dan bisa membeli apapun yang diinginkan. Namun hal itu tak dirasakan oleh sahabat Rasulullah SAW, Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman bin Auf dikisahkan sebagai orang kaya raya yang ingin menjadi miskin, namun gagal. Sebagai sahabat nabi, dia sangat senang sedekah. Kebiasaannya itu dilakukan karena dia khawatir jika harta bendanya bisa menjadi beban di akhirat.
Abdurrahman bin Auf lahir di Makkah pada tahun ke-10, tahun Gajah atau tepatnya pada 581 M. Mengutip buku 'Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya' oleh Ustadz Imam Mubarok bin Ali, Abdurrahman digambarkan sebagai sosok yang lebih muda dari Rasulullah.
Nama asli Abdurrahman bin Auf adalah Abdu Amru. Lalu Rasulullah menggantinya menjadi Abdurrahman. Ia mendapatkan hidayah dari Allah SWT, dua hari sesudah Abu Bakar ash-Shiddiq masuk Islam. Seperti orang-orang yang pertama masuk Islam, ia juga tak luput dari siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy.
Abdurrahman termasuk orang yang mengikuti ajakan hijrah Rasulullah. Di Madinah, Rasulullah banyak mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Layaknya para Muhajirin lainnya, Abdurrahman meninggalkan seluruh hartanya di Mekkah sehingga setibanya di Madinah ia tidak memiliki apapun.
Diriwayatkan Anas bin Malik, Rasulullah telah mempersaudarakan Abdurrahman dengan Sa'ad bin al-Rabi' al-Anshari tatkala tiba di Madinah. Suatu ketika, Sa'ad berkata kepada Abdurrahman.
"Saudaraku! Saya adalah salah seorang penduduk Madinah yang mempunyai banyak harta. Maka, pilihlah dan ambil lah! Saya juga memiliki dua orang istri, lihatlah salah satunya yang menarik hatimu, sehingga saya bisa mentalak-nya untukmu," ujar Sa'ad.
Menjawab hal tersebut, Abdurrahman justru meminta agar Sa'ad menunjukkan lokasi pasar. "Semoga Allah memberkatimu pada hartamu dan keluargamu. Akan tetapi, tunjukanlah letak pasarmu," ujarnya.
Maka ditunjukanlah pasar tersebut, sehingga Abdurrahman pun bisa berdagang. Kreativitas Abdurrahman muncul saat berdagang. Ia meminta tolong kepada saudara barunya itu, untuk membeli tanah kurang berharga yang terletak di samping pasar.
Kemudian, tanah tersebut ia petak-petakan. Lalu, siapa pun boleh berjualan di tanah itu tanpa membayar sewa. Apabila dari pedagang itu ada keuntungan, Abdurrahman bin Auf mengimbau mereka untuk memberikan bagi hasil seikhlasnya.
Abdurrahman bin Auf Selalu Gagal buat Jadi Miskin Banyak para pedagang yang tertarik untuk bisa berjualan di lahan Abdurrahman bin Auf. Mereka berbondong-bondong pindah ke pasar baru yang dikembangkan oleh Abdurrahman bin Auf. Hal itu membuat keuntungannya berlipat. Anehnya, semakin banyak harta yang dimiliki Abdurrahman, dia justru menangis khawatir.
"Suatu ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata, Abdurrahman bin Auf akan masuk surga terakhir karena terlalu kaya, sehingga dihisabnya paling lama. Mendengar hal tersebut Abdurrahman bin Auf pun berpikir keras, bagaimana caranya agar ia menjadi miskin supaya dapat memasuki surga lebih awal," tuturnya.
Agar jatuh miskin, Abdurrahman bin Auf pernah menyedekahkan separuh hartanya. Setelah itu ia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar yang kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan.
Abdurrahman bin Auf juga diceritakan pernah memberikan 200 uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan kurang lebih 31 gram) untuk memenuhi kebutuhan logistik selama perang Tabuk. Saat ada seruan untuk berinfak dari Rasulullah SAW, ia tak pernah berpikir panjang dan ragu-ragu.
Begitupun saat perang Badar yang jumlahnya mencapai 100 orang, dia memberikan santunan 400 dinar kepada masing-masing veteran. Abdurrahman bin Auf juga menyumbangkan 40 ribu dinar, 500 ekor kuda, dan 1.500 unta untuk para pejuang.
Tidak hanya itu, dia juga pernah bersedekah dengan cara membeli kurma yang hampir busuk dari para sahabat di Madinah. Semua pedagang bergembira karena kurma mereka bisa dijual, begitupun Abdurrahman bin Auf yang senang dan berharap akan jatuh miskin.
Namun, tiba-tiba ada seseorang yang datang dan mengaku berasal dari utusan Yaman. Dia memberitakan bahwa di negerinya sedang terkena wabah penyakit menular, sehingga rajanya mengutus dirinya untuk mencari kurma busuk.
Menurutnya, kurma busuk adalah salah satu obat yang bisa menyembuhkan dari penyakit menular itu. Akhirnya utusan raja Yaman tersebut memborong semua kurma milik Abdurrahman bin Auf dengan harga 10 kali lipat dari harga kurma biasa.
Kedermawanannya itu tidak membuat Abdurrahman bin 'Auf jatuh miskin, justru harta kekayaannya terus meningkat. Di saat Abdurrahman bin Auf merelakan semua hartanya agar jatuh miskin, saat itu pula Allah memberikan limpahan harta berkali-kali lipat untuknya.
Baginya, warisan terbaik yang ditinggalkan pada keluarganya saat meninggal bukanlah harta atau kekayaan, melainkan ajaran Islam dan teladan dari Rasulullah SAW. Tak heran, jika dirinya banyak dicintai para sahabat lainnya. Apalagi, dirinya banyak berjasa menyumbangkan kekayaannya untuk Islam.
Abdurrahman bin Auf meninggal ketika berumur 75 tahun (ada juga yang mengatakan 72 tahun), pada tahun 31 H. Namun pendapat lain menyebutkan tahun 32 H. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi yang diimami oleh Utsman bin Affan berdasarkan wasiatnya. Ia meninggalkan 28 anak laki-laki dan 8 orang perempuan. Abdurrahman bin 'Auf masuk dalam deretan 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.